Selasa, 22 Oktober 2013

Penagihan Pajak



TUGAS PAPER
PENAGIHAN PAJAK
DISUSUN OLEH:
MUJARIAH
1201134739
images.jpeg
JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
2013

KATA PENGANTAR


Assalamualaikum,wr.wb
Puji  dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas erkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Administrasi Perpajakan dan Praktikum Komputer tentang “Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak” dengan baik dan lancar.
Penulis ucapkan terima kasih kepada dosen yang telah mengajar mata kuliah Administrasi Perpajakan dan Praktikum Komputer yang telah membantu penulis selama praktikum dan penulisan paper ini. Serta terimakasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan paper ini.
Dilatar belakangi oleh keterbatasan wawasan serta ilmu pengetahuan yang penulis miliki, maka dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini.
            Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih, semoga paper ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
             Waalaikumsalam,wr.wb                                  
                                                                                           Pekanbaru, 22 Oktober 2013
                                                                                                                  Penulis

DAFTAR ISI

Isi                                                                                             Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................              i
DAFTAR ISI...........................................................................             ii
I.        PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang...................................................................            1
1.2.  Rumusan Masalah..............................................................             2
1.3.  Tujuan dan Manfaat............................................................             3
II.  PEMBAHASAN
2.1.PENAGIHAN PAJAK........................................................            4
2.2. penagihan pajak dengan surat paksa.....................................           13
III.KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan..........................................................................           23
4.2. Saran...................................................................................           24
DAFTAR PUSTAKA








I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan. Pembangunan tersebut bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan kesejahteraan rakyat Indonesia secara adil, makmur dan merata. Agar tujuan tersebut dapat terwujud maka dibutuhkan dana, yang  salah satunya berasal dari penerimaan pajak. Pajak merupakan pendapatan negara yang cukup potensial,  untuk  mencapai tujuan pembangunan  nasional.
 Penerimaan  dari sektor pajak  ternyata salah satu sumber penerimaan terbesar negara.  Negara akan maju kalau pajak tetap ada dan negara akan hancur kalau tidak ada pajak. Buktinya, kontribusi pajak dalam APBN sejak tahun 2006 sampai tahun 2010 terus meningkat. Pada tahun 2006 saja kontr ibusi pajak sudah 56,5%, lalu tahun 2007 naik jadi 61,7%, tahun 2008 menjadi 70,3%, tahun 2009 menjadi 72,5% dan  tahun 2010 hampir mencapai 80%, artinya bahwa kelangsungan hidup bernegara didominasi dan ditentukan dari besarnya penerimaan pajak.  Dari tahun ke tahun terlihat bahwa penerimaan pajak terus meningkat dan memberi andil besar dalam penerimaan negara, oleh sebab itu  penerimaan dari sektor pajak selalu dikatakan primadona dalam membiayai pembangunan nasional. Peran fiskus dalam penerimaan pajak  mempunyai andil besar sebagai pengawas wajib pajak dalam melaporkan dan membayar kewajiban perpajakannya guna mengurangi jumlah tunggakan pajak yang berpengaruh terhadap penerimaan pajak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk  mengamankan penerimaan negara dan meminimalisir wajib pajak menunggak  dalam pembayaran pajaknya,  pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak melakukan tindakan penagihan pajak  yang dilindungi oleh paying hukum berupa Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997  tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Pelunasan utang pajak merupakan  salah satu tujuan penting dari pemberlakuan undang-undang ini. Penagihan pajak yang efektif merupakan sarana yang tepat untuk mencapai target  penerimaan pajak yang maksimal.  Apabila kekurangan pajak sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak tersebut sampai dengan jatuh tempo, maka penagihan pajak dianggap perlu untuk dilaksanakan sebagai  salah satu upaya pencapaian penerimaan pajak.
Adapun dalam pelaksanaan penagihan pajak tersebut turut melibatkan peran aktif dari aparatur pajak yang biasa disebut fiskus. Namun hal yang paling penting untuk diperhatikan oleh  fiskus dalam penagihan pajak yaitu suatu kewajiban perpajakan dianggap  telah hilang atau gugur apabila telah melewati jangka waktu tertentu.  Dengan mencegah daluwarsa penagihan pajak, berarti juga menyelamatkan penerimaaan pajak negara. Peran aktif    fiskus dalam pelaksanaan pencairan tunggakan  pajak  sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak dapat dilakukan  dengan cara menerbitkan Surat Paksa.
1.2. Rumusan Masalah
Penulis akan mengangkat dan membatasi lingkup permasalahan sebagai berikut:
1.  Seberapa besar  efektivitas dan  kontribusi  penagihan pajak dengan Surat Paksa terhadap pencairan tunggakan pajak ?
2. Apa sajakah kendala  yang timbul dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa ?
3.  Bagaimana  cara mengatasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan
     Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ?
1.3. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari pembuatan paper ini adalah:
1. Memahami  efektivitas dan  kontribusi  penagihan pajak dengan Surat          Paksa dalam  rangka pencairan tunggakan pajak.
2. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
3. Untuk mengetahui cara mengatasi permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa .
Adapun manfaat dari pembuatan paper ini adalah:
1.  Bagi Mahasiswa, untuk dapat menambah pengetahuan dan wawasan di bidang perpajakan
3.  Bagi masyarakat,  diharapkan dapat memberi informasi tentang penagihan
      pajak dengan surat paksa.




II. PEMBAHASAN
2.1  Penagihan Pajak
  2.2.1  Pengertian Penagihan Pajak
Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayarkan hutang pajaknya. Hal ini merupakan posisi   strategis dalam meningkatkan penerimaan  negara dari sektor pajak sehingga  tindakan  penagihan pajak tersebut dapat menyelamatkan penerimaan pajak  yang tertunda. Kegiatan penagihan pajak merupakan ujung tombak dalam  menyelamatkan  penerimaan Negara yang tertunda, oleh sebab itu seksi  penagihan merupakan seksi produksi yang paling dibanggakan oleh Direktorat  Jendral  Pajak. Dalam pelaksanaannya penagihan pajak haruslah dilandaskan  pada peraturan perundang - undangan yang berlaku, sehingga mempunyai  kekuatan hukum baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur pajaknya.
Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang No. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.  Undang-undang  ini mulai berlaku tanggal 23 Mei 1997. Undang -undang ini  kemudian diubah  dengan Undang-undang No. 19 tahun 2000 yang mulai  berlaku pada tanggal 1  Januari 2001.
  Menurut pendapat para ahli penagihan pajak dapat didefinisikan sebagai :
 Muhammad Rusjdi (2007:17):   ”Penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang.”
Definisi lain menurut Mardiasmo (2009:13):   “Penagihan pajak adalah kegiatan yang dilakukan oleh fiskus karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang  terutang, penagihan pajak meliputi kegiatan, perbuatan dan pengiriman surat peringatan, surat teguran, surat paksa, penyitaan, lelang,  pencegahan dan penyanderan.”
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak  atau fiskus karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang  pajak, khususnya  mengenai pembayaran pajak dengan melaksanakan  pengiriman surat peringatan, surat teguran, surat paksa, penyitaan dan pelelangan.
Dasar penagihan pajak, antara lain:
      1.  Surat Tagihan Pajak (STP)
STP diterbitkan apabila pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang  dibayar, Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda administrasi dan/atau bunga. Dari hasil penelitian Surat  Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai   akibat salah tulis dan/atau salah hitung.  Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak.
      2.  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
SKPKB ditebitkan tehadap wajib pajak  yang nyata-nyata atau  berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan kewajiban  material Pepajakan.
       3.  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
SKPKBT dapat ditebitkan Dirjen Pajak dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutang pajak, apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang  terutang.
      4.  Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan
Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Ketetapan diatas tidak atau kurang dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, maka dapat segera dilaksanakan tindakan penagihan aktif.
Istilah-istilah yang berhubungan dengan Penagihan Pajak :
a.       “Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan oleh jurusita agar Penanggung Pajak  melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa,  mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang  yang telah disita. (UU.PPSP ps 1 ayat ( 9) ).
  b.  Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (UU.PPSP ps 1 ayat (3) ).
  c.  Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi  berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak  atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (UU.PPSP ps 1 ayat (8) ).
d.  Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai  dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak. (UU.PPSP ps 1 ayat (13) ).
e.   Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa   menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak. (UU.PPSP ps 1  ayat (11) ).
f.  Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. (UU.PPSP ps 1 ayat (12) ).
g.   Pencegahan adalah larangan bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasar alas an tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (UU.PPSP ps 1 ayat (20) ).
h.  Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung  Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.(UU.PPSP ps 1 ayat (14) ).
i.  Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung  Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu. (UU.PPSP ps 1 ayat (21) ).
j.  Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. (UU.PPSP ps 1 ayat (17) ).”

2.1.2  Tindakan Penagihan Pajak
Tindakan penagihan pajak dilakukan apabila pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding  yang menyebabkan pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang  bayar  setelah lewat tanggal jatuh tempo pembayaran pajak yang bersangkutan.   Dalam bidang administrasi perpajakan dikenal beberapa bentuk  tindakan penagihan yaitu penagihan pasif, penagihan aktif dan penagihan dengan surat paksa.
1.      Penagihan Pasif  
Penagihan pasif adalah tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak  dengan cara memberikan himbauan kepada Wajib Pajak  agar melakukan pembayaran pajak sebelum tanggal jatuh tempo.  Penagihan pajak dilakukan     dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), SKPKB, SKPKBT, Surat  Keputusan Pembetulan, Surat  Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak  terutang menjadi lebih besar. Penagihan pasif merupakan tugas  pengawasan fiskus atau kepatuhan  Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
2.      Penagihan Aktif
Penagihan aktif adalah penagihan yang didasarkan pada STP,  SKPKB, SKPKBT  yang jatuh temponya telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan  yaitu 1 bulan terhitung mulai dari STP, SKPKB, SKPKBT diterbitkan. Penagihan aktif ini merupakan kelanjutan dari penagihan pasif,  oleh sebab itu  dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif, dalam arti tidak hanya  mengirim STP atau SKP tetapi juga  akan diikuti dengan tindakan dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.
2.1.3  Dasar Hukum Penagihan Pajak
1.  Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983  sebagaimana  yang telah berulangkali diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2007 selanjutnya disebut UU KUP.
2.  Undang-Undang    Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana  yang telah    diubah dengan  Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000  selanjutnya disebut UU.PPSP.  
3.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK/.03.2008  sebagaimana  yang
     telah diubah  dengan  Nomor 83/PMK.03/2010  Tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak.
4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor  561/KMK.04/2000 Tentang  Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika Dan Sekaligus Dan Pelaksanaan Surat Paksa.
5. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor  562/KMK.04/2000 Tentang Syarat-Syarat, Tata Cara Pengangkatan Dan Pemberhentian Juru Sita Pajak.
6.   Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007 sebagaimana  yang telah  diubah  dengan  Nomor 84/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak.
7.  Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008 sebagaimana  yang telah  diubah  dengan  Nomor  85/PMK.03/2010  Tentang Perubahan Atas Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa Dan Pelaksanaan Penagihan Seketika Dan Sekaligus.
8.  Peraturan Pemerintah Nomor  36 tahun 2010 Tentang Prosedur Penerbitan Kembali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Dan Atau Surat Tagihan Pajak.
9.  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE -82/PJ/2010  TentangPetunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-36/PJ/2010 Tentang Prosedur Penerbitan Kembali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Dan Atau Surat Tagihan Pajak.

2.1.4  Tinjauan Umum Penagihan Pajak
1.  Utang Pajak
Berdasarkan UU PPSP pasal 1 ayat  (8), Utang Pajak adalah pajak  yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga,  denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau  surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.  Penanggung Pajak
Berdasarkan UU PPSP pasal 1 ayat  (3),  Penanggung Pajak adalah  orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran  pajak, termasuk wakil yang  menjalankan hak dan memenuhi kewajiban  Wajib Pajak menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.
3.  Penagihan Pajak
Dalam melaksanakan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa,  perlu diketahui dan dipahami dalam beberapa pengertian yang telah  ditetapkan dan dalam Undang-Undang atau peraturan pelaksanaan  Penagihan Pajak  dengan Surat Paksa.
4.  Jurusita Pajak
Pengertian Jurusita berdasarkan UU PPSP pasal 1 ayat  (6)  adalah  pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi Penagihan Seketika dan Sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.

a.  Syarat - syarat
Untuk dapat diangkat menjadi Jurusita Pajak harus memenuhi  syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 2 KMK No.562/KMK.04/2000, yaitu:
1)  Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang
     setingkat dengan itu.
2)  Berpangkat serendah-rendanya Pengatur Muda/Golongan II/a.
3)  Berbadan sehat.
4)  Lulus pendidikan dan latihan Jurusita Pajak.
5)  Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian.
b.  Tugas-tugas
Berdasarkan Pasal 5 UU PPSP, Jurusita bertugas antara lain:
1)  Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus.
2)  Memberitahukan Surat Paksa.
3)  Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat
     Perintah Melaksanakan penyitaan.
4)  Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah penyanderaan

.
c.  Wewenang dan Kewajiban
     Wewenang Jurusita berdasar Pasal 5 UU PPSP adalah memasuki dan  memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci dan   tempat lain    untuk menemukan obyek sita di tempat usaha dan  melaksanakan penyitaan tempat kedudukan atau tempat tinggal  Wajib Pajak/Penanggung Pajak atau tempat lain yang dapat diduga  sebagai tempat penyimpanan obyek sita.
Sedangkan kewajiban Jurusita Pajak adalah:
1)  Memperlihatkan tanda pengenal Jurusita.
2)  Memberitahukan dengan pernyataan dan penyerahan Surat Paksa.
3)  Membuat berita acara pemberitahuan Surat Paksa.
4)  Membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa.
5)  Melaksanakan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
6)  Membuat berita acara pelaksanan sita
7)  Menempelkan segel sita pada barang-barang yang telah disita, bila dianggap perlu.
8)  Menempelkan Surat Paksa (salinan) pada papan pengumuman kantor Pejabat.
9)  Meninggalkan Surat Paksa (salinan) dalam hal Penanggung Pajak  menolak
     menerima salinan Surat Paksa.
d.  Pemberhentian Jurusita
Berdasakan Pasal 4 KMK No.562/KMK.04/2000, Jurusita diberhentikan apabila:
1)  Meninggal dunia.
2)  Pensiun.
3)  Karena alih tugas kepentingan dinas lainnya.
4)  Ternyata lalai atau cakap dalam menjalankan tugas.
5)  Melakukan perbuatan tercela.
6)  Melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak.
7)  Sakit Jasmani atau rohani terus-menerus.
2.2 Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
2.2.1  Pengertian Surat Paksa
Dalam UU PPSP, dalam pasal 1  ayat  (12)  disebutkan bahwa:   “Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. ” Sedangkan menurut  Muhammad  Rusdji (2007:25),  yaitu:   “surat yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo.”
Dari pengertian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Surat Paksa merupakan sebuah produk hukum yang bersifat eksekutorial yang diterbitkan atas STP yang telah jatuh tempo dari  terbitnya surat teguran.  Dalam UU PPSP Pasal 7 ayat  (1)  dijelaskan bahwa  Surat Paksa berkepala kata-kata  “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah  mempunyai kekuatan hukum tetap.
Agar tercapai efektivitas dan efesiensi penagihan  pajak yang didasari Surat Paksa, maka  Ketentuan ini memberikan kekuatan eksekutorial serta member kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, Surat Paksa langsung dapat dilaksanakan tanpa bantuan putusan pengadilan lagi dan tidak dapat diajukan banding, (Muhammad Rusjdi, 2007: 21).  Surat Paksa bersifat “Parate Eksekusi”  yang berarti  dapat dilakukan langsung tanpa  melalui proses Pengadilan Negeri.

2.2.2  Latar Belakang Penerbitan Surat Paksa
Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) beserta penjelasannya UU KUP,  diatur mengenai latar belakang terbitnya Surat Paksa, yaitu jumlah pajak  yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan  Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar  Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat  Keputusan (SK), serta Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak  yang harus  dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung  Pajak sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam ketetapan  tersebut (satu bulan sejak tanggal diterbitkan), ditagih dengan Surat Paksa.
Menurut Pasal 9 Keputusan Menteri Keuangan Nomor  561/KMK.04/2000 tentang Penagihan Seketika dan Sekaligus dan   Pelaksanaan Surat Paksa, dijelaskan Surat Paksa diterbitkan apabila:
1.  Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah     diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis;
2.  Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus; atau
3.  Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

2.2.3  Isi dan Karakteristik Surat Paksa
Surat Paksa dapat dipandang dari dua segi, yaitu segi isi  maupun segi karakteristiknya.
1.  Dalam UU PPSP Pasal 7 dijelaskan bahwa Surat Paksa  berdasarkan segi    isinya sekurang-kurangnya harus memuat:
a.  Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;
b.  Dasar Penagihan;
c.  Besarnya Utang Pajak;
d.  Dan Perintah untuk membayar dalam waktu 2 x 24 jam.
e.  Tertanda Pejabat yang ditunjuk yaitu Kepala KPP/KP PBB
2.  Surat Paksa berkepala kata-kata “Demi Keadilan  Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sedangkan dari segi karakteristiknya Surat Paksa memuat:
a.  Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan  Grosse Akte  dari keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat dimintakan banding lagi pada hakim atasan.
b.  Mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
c.  Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan biaya penagihan pajak.
d.  Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan, penyanderaan, dan pencegahan

2.2.4  Prosedur Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Ini merupakan cara penagihan yang terakhir dimana fiskus melalui   jurusita pajak negara  menyampaikan atau memberitahukan surat paksa,  melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang  Negara terhadap barang milik Wajib Pajak. Penagihan dengan surat paksa ini   dikenal dengan penagihan yang “keras” dalam rangka melakukan  Law-Enforcement  di bidang perpajakan. Namun langkah ini merupakan langkah  terakhir yang dilakukan oleh fiskus apabila tidak ada jalan lain yang dapat   dilakukan. Dalam pelaksanaan penagihan aktif tersebut dapat dilakukan dengan 4 tahap, yaitu:
1.  Surat Teguran
Penyampaian surat teguran merupakan awal pelaksanaan tindakan  penagihan oleh fiskus untuk memperingatkan Wajib Pajak yang tidak  melunasi utang pajaknya sesuai dengan keputusan penetapan (STP,  SKPKB, SKPKBT) sampai dengan saat jatuh tempo.  Definisi surat teguran  menurut Rusdji (2007:23):  “Surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur Wajib Pajak agar melunasi utang pajaknya.”
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa surat  teguran adalah surat  yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau  memperingatkan Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.  Surat teguran dikeluarkan apabila utang pajak yang tercantum  dalam SPT, SKPKB atau SKPKBT tidak dilunasi sampai melewati waktu 7  hari dari batas waktu jatuh tempo 1 bulan sejak tanggal diterbitkannya.  Menurut keputusan Menteri Keuangan no. 561/KMK.04/2000 Pasal 5 ayat  (2)  menyatakan bahwa surat teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung  pajak yang disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.
2.  Surat Paksa
Penagihan dengan surat paksa  dilakukan apabila jumlah tagihan  pajak tidak atau kurang bayar sampai dengan tanggal jatuh tempo  pembayaran, atau sampai dengan jatuh tempo penundaan pembayaran atau   tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak.  Apabila Wajib Pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran maka penagihan selanjutnya dilakukan oleh juru sita pajak. Maka dapat disimpulkan bahwa surat paksa  adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak  yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya  sampai dengan tanggal jatuh tempo.  Surat paksa diterbitkan apabila Wajib Pajak atau Penanggung Pajak  tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo dan  Penanggung Pajak tidak memenuhi  ketentuan dalam keputusan persetujuan  angsuran atau penundaan pembayarannya.  Secara teori surat paksa diterbitkan setelah surat teguran atau surat peringatan atau surat lain sejenis yang diterbitkan oleh pejabat. Surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
a.  Penanggung pajak
b.  Orang dewasa yang tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usahapenanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak  dapat dijumpai
c.   Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang m engurus harta peninggalannya apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta   warisan belum dibagi
d.  Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta   warisan telah dibagi.




III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1  Kesimpulan
Berdasarkan  pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa penagihan pajak terjadi karena adanya tunggakan pajak, hal tersebut terjadi karena adanya Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dalam hal membayar kewajiban perpajakannya atau belum bisa membayar pajak terutangnya karena jumlahnya yang cukup besar.
Dalam penatausahaan penagihan pajak, pencatatan secara manual masih tetap dilakukan untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya pencatatan pemberkasan dan kartu pengawasan tunggakan pajak masih dicatat secara manual. Dalam hal proses penagihan, terutama tata cara penerbitan dan pemberitahuan Surat Paksa, seksi penagihan mengacu kepada Standart Operating Procedures Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat  Jendral Pajak nomor KPP40-0011 yang disahkan pada tanggal 13 Maret 2008.
  Proses penagihan aktif dengan Surat Paksa mengalami peningktan, hal ini disebabkan Jurusita Pajak berperan aktif dalam penerbitan dan penyampaian Surat Paksa, sehingga proses penagihan aktif dapat berjalan optimal.
 Jurusita pajak memegang peranan penting dalam pembayaran tunggakan pajak. Namun melaksanakan kegiatan penagihan di lapangan, Jurusita pajak seringkali tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan optimal, karena banyak hambatan-hambatan yang mempengaruhi baik dari dalam maupun dari luar Kantor Pelayan Pajak.
3.2 Saran  
Untuk mengatasi kendala Jurusita Pajak dalam menjalankan tugasnya agar lebih  optimal, penulis memberikan alternative solusi untuk menghilangkan beberapa  kendala atau sebisa mungkin meminimalisirnya dengan cara sebagai berikut:
1.  Direktorat Jenderal Pajak agar lebih banyak mlakukan perekrutan pegawai dan pemberian insentif untuk Jurusita Pajak
2.  Kantor Pelayanan Pajak harus mengintensifkan kegiatan mapping  penunggak pajak terbesar agar penagihan pajak lebih efektif.
3.  Direktorat Jenderal Pajak agar lebih menggencarkan sosialisasi perpajakan terhadap wajib pajak tentang peraturan-peraturan dan agar kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak meningkat.
4.  Upgrade dan Maintenance SIDJP secara berkala harus dilakukan oleh Direktorat  Jenderal Pajak dan  Pemberian diklat kepada pegawai tentang SIDJP agar sistem tersebut dapat berfungsi secara optimal.
5.  Jurusita Pajak meningkatan kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam proses  penagihan pajak agar lebih memudahkan Jurusita pajak dalam menjalankan tugasnya.



DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2007.
-------------,Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Nomor 562/KMK.04/2000 tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak.
-------------,Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Nomor 83/PMK.03/2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK/.03.2008 Tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak.
Rusjdi, Muhammad. 2007.  Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Jakarta : PT. Indeks.
Waluyo.2007. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Ilyas, Wirawan B. 2007. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Fahmi, Ismail. 2010.  Tindakan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
Didownload dari https//www.repository.upi.edu/skripsilist.php. Agustus 2011. 
Rahma, Aldila Laila.2010. Efektifitas menurut Jones and Pendlebury(1996).
Didownload dari https//www.digilb.uns.ac.id/pengguna.php. Juli 2011

2 komentar:

  1. Is Betway Casino Safe? Casino Review & Rating - Blackjack
    Betway Casino Review & Rating. 있습니다 Betway Casino is an excellent online gambling brand and offers a 슬롯머신규칙 100% Welcome 잭팟 Bonus. club w88 The casino is licensed and Casino Promotion: Betway Casino Rating: 5 · ‎Review by Betway Casino 바카라 전략

    BalasHapus
  2. Hard Rock Hotel & Casino Lake Tahoe - MapyRO
    Find your way around the casino, find where everything is located 경주 출장샵 with 안성 출장안마 the best 당진 출장샵 GPS coordinates and GPS data. All you have to do is 아산 출장마사지 sign 전주 출장샵 up for an

    BalasHapus